MDQH NW Pancor Salah satu Ponpes yang Di Kagumi Almarhum Presiden Suharto | Cinta NW

Pernyataan AL–Magfurullahu Syaikh Sayyid Amin Al- Quthbi :
فىِ سَاحَةِ اْلعِلْمِ لَهُ مَعْهَدٌ * لاَ يَبْرَحُ الطُّلاَبُ فىِ ظِلِّهِ
Di dunia ilmu dia memiliki Ma’had
Tidak akan pernah kurang
para Thullab bernaung di bawahnya

Pesan Al-Maghfurulahu Maulana Syeikh :
معهد القرآن بنا * فادخلوا طالبينـا
بســلام آمنين * نهضة الوطن فينا
Ma’had Darul Qur’an Wal Hadits Tetap Eksis
Silahkan Anda masuk untuk belajar di dalamnya
Dengan rasa nyaman dan tenteram
Di Nahdlatul Wathan.
Pondok Pesantren merupakan pusat pendidikan Islam, dakwah dan pengabdian masyarakat yang tertua di Indonesia. Pondok pesantren diakui sebagai sistem dan lembaga pendidikan yang memiliki akar sejarah dengan ciri-cirinya yang khas. Keberadaannya sampai sekarang masih berdiri kokoh ditengah-tengah komunitas masyarakat. Hal ini terbukti dengan kenyataan bahwa pondok pesantren saat ini masih menampakkan keaslian, kebhinekaan dan kemandirian walaupun usianya setua proses Islamisasi di negeri ini.
Kondisi obyektif menunjukkan bahwa dekade terakhir ini mulai dirasakan ada ‘pergeseran’ peran dan fungsi pesantren. Peran dan fungsi pesantren sebagai kawah candradimuka orang yang rasikh fi ad-diin (ahli dalam pengetahuan agama) terutama yang terkait dengan norma-norma praktis (fiqh) semakin memudar. Hal ini disebabkan antara lain desakan gelombang modernisasi, globalisasi dan informasi yang berimplikasi kuat pada pergeseran orientasi hidup masyarakat. Minat masyarakat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama semakin lemah. Kondisi bertambah krusial dengan banyaknya ulama yang menghadap Allah sebelum sempat menyampaikan keilmuan dan kesalehannya secara utuh kepada generasi penggantinya.

Faktor inilah yang ditengarai menjadikan out put pesantren dari waktu ke waktu mengalami degradasi, baik dalam amaliah, ilmiah maupun khuluqiyah.
Penurunan kualitas peran dan fungsi pesantren ini memunculkan kerisauan di kalangan ulama akan punahnya khazanah ilmu-ilmu keislaman. Jika persoalan ini tidak ditangani secara serius tentu sangat membahayakan masa depan umat Islam. Dari sinilah pentingnya segera dibentuk lembaga yang secara khusus intens mempersiapkan kader-kader ulama yang memiliki integritas ilmiah, amaliah dan khuluqiyah yang mumpuni.


LATAR HISTORIS MDQH NW PANCOR
MDQH NW Pancor didirikan pada Tahun 1965 atau bertepatan dengan tangal 15 Jumadil Akhir 1385 H dan kini telah berusia 45 tahun. Lembaga tersebut dirintis oleh Maulana Syaikh Tuan Guru KH. M. Zainuddin Abdul Madjid, Abul Madaris Wal Masajid, Abu Rauhun Wa Raihanun, pendiri NWDI, NBDI, NW dan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan Pancor Selong Lombok Timur. seorang ulama ’allamah yang bercita-cita mulia, yaitu ingin menyebarkan ajaran Islam untuk melenyapkan segala bentuk kemungkaran terutama di Lombok dan di muka bumi ini.

Kehadiran Ma’had di lombok atau lebih dikenal dengan bumi selaparang ini sebagai suatu ikhtiar dan wadah benteng pertahanan iman dan taqwa yang kokoh dalam upaya mempertahankan idealisme Islam Ahlussunnah Waljama’ah ‘ala Mazhabil Imamissyafi’i RA.
Setelah beliau menyelesaikan pendidikannya di negeri para nabi dan ulama Kota Makkah Al-Mukarromah,Beliau awalnya disuruh dan direkomendasikan untuk menetap disana sebagai pengajar tetap di salah satu perguruan tinggi tertua di kota Makkah yaitu perguruan As-Sholatiyah yang sudah terbukti melahirkan jutaan ulama di muka bumi ini,akan tetapi dengan kegalauan beliau melihat kondisi dan realita daerah asalnya, beliau lebih memilih untuk tetap pulang ke kampung halamannya tercinta di pulau Lombok yang terkenal pada waktu itu masih menganut kepercayaan poloteisme dan animisme.

Dimulai dari mengajar agama, disajikan dengan model pengajian kitab kepada para santri di sebuah bangunan sederhana, yaitu diawali dari sebuah musholla kecil yang dinamakan pesantren Al-Muajahidin dusun Bermi di desa pancor kampung tempat kelahirannya. Mereka dididik untuk berakhlaqul karimah dan menguasai ilmu secara luas agar dikemudian hari menjadi insan yang bermanfaat bagi bangsanya. Pesantren Al-Mujahidin inilah cikal bakal dan embrio dibangunnya MDQH NW Pancor, Karena itulah model pesantren salafi pertama yang dikembangkan dan diadopsi beberapa Pesantren NW.
Semangat pendiri Pesantren Almujahidin tersebut harus terus dikembangkan oleh para generasi yang memimpin Pondok Pesantren dan sekolah-sekolah yang bernaung dibawah bendera NW hingga sekarang.

Terutama yang berkaitan dengan kemajuan zaman, yaitu dengan meluasnya kehidupan keagamaan dan munculnya berbagai persoalan baru yang memerlukan status Hukum Islam. Melihat kenyataan diatas, maka sangat diperlukan munculnya ’ulama atau sarjana agama yang berkualitas dan mampu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi oleh ummat.
Kehadiran Ma’had yang oleh pendirinya difokuskan untuk mendalami ilmu-ilmu agama secara kaffah, membahas dan mendalami kitab-kitab kuning karangan ulama salaf yang sangat dominan dipedomani dalam pelaksanaan ibadah syari’ah sehari-hari.


Tradisi yang berkembang di MDQH NW Pancor, berprinsip bahwa pesantren dan kitab kuning merupakan dua sisi suatu benda yang tidak terpisahkan. Sejak awal berdirinya telah banyak melakukan pengkajian karya-karya ’ulama klasik yang bersumber dari kitab kuning. Hal tersebut cukup relevant bagi santri yang berminat mendalami bidang studi keagamaan secara mendalam.
Pentingnya kedudukan kitab kuning di Ma’had ini menunjukkan bahwa Islam yang ditebarkan dari pondok pesantren, adalah Islam yang memiliki kesinambungan yang kuat dengan Islam sebagaimana difahami dan dihayati oleh generasi-generasi sebelumnya.

 Maka untuk menjaga kesinambungan rantai ilmu keislaman yang optimal, tidak ada jalan lain kecuali dengan mempertautkan dan menduplikasikan apa yang ada (faham keislaman) yang dimiliki oleh generasi sebelumnya, yaitu generasi ’ulama salaf. Semakin mencerminkan kesalehan, akan semakin tinggi tingkat ”kebaikan”. Inilah arti ”tradisionalisme” yang melekat di Ma’had itu sendiri.
Sebagaimana pesantren zaman itu, pada awalnya pengajaran menggunakan sistem sorogan dan weton atau bandongan dengan pengantar bahasa daerah atau sasak kalau tradisi di jawa dulu dengan bahasa pengantar Jawa dan tulisan pego. Pada awal pendiriannya Ma’had menerapkan sistem madrasi (klasikal), dengan mendirikan Ma’had Lilbanin. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam empat tingkat, masing – masing selama dua semester atau satu tahun.
Pada tahun 19..... M. dirintis pembaharuan lagi di Ma’had dengan mendirikan program Ma’had lilbanat khusus untuk perempuan dalam tiga tingkat, sebagai bentuk manifestasi dari Tholabul ’ilmi faridhotun ’ala kulli muslimin wa muslimatin. Pada tahun ...... dengan berbagai pertimbangan dan harapan, semua program disetarakan baik untuk thullab maupun tholibat menjadi empat tahun untuk program qismuddiny dan dua tahun untuk program qismul’aly.

Dari awal berdirinya Ma’had menyelenggarakan pembelajaran secara talaqqy dengan bertemu dan berjumpa langsung dengan para pembimbing atau masyaikh. Para thullab maupun tholibat dikumpulkan dalam satu kelas sesuai dengan tingkat masing – masing,akan tetapi pada tahun 2010 kelas dipisahkan sesuai dengan jenis kelamin dengan adanya para wali tingkat yang bertanggung jawab.
Keberadaan Ma’had dari dulu hingga saat ini tetap memiliki andil besar dan dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu kebutuhan primer, hal itu dapat dibuktikan secara empiris dengan banyaknya para alumni atau dalam istilah populer ma’hadnya para mutakhorrijin - mutakhorrijat atau Abituren yang tersebar hampir disetiap masjid, musholla ataupun sekolah-sekolah maupun pondok pesantren terutama di pulau lombok yang populer dengan sebutan Pulau Seribu Masjid dan Serambi Masjidil Haram.

Hal ini diharapkan sebagai momentum bagi setiap alumni, pecinta, warga Nahdlatul Wathan dan ummat Islam secara umum yang cinta dengan islam dan imannya untuk terus melestarikan, mempertahankan serta memelihara warisan nan luhur, harum dan semerbak Maulana Syaikh sebagai rasa takzim, syukur, bakti dan silaturrohmi kita kepada beliau.
Dengan bergantinya para pengurus dan staf dosen atau masyaikh,maka perlu juga diadakannya beberapa langkah pembaharuan untuk menciptakan output yang lebih berkualitas, salah satu diantaranya dengan adanya inisiatif didirikannya perpustakaan Ma’had sebagai sumber dan sentral maroji’ atau refrensi pengayaan dan pengembangan intelektual para santri atau thullab.









Share:

0 ulasan:

Post a Comment

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG PECINTA NAHDATUL WATHAN/ POKOKNYA NW / POKOK NW IMAN DAN TAQWA / cintanw.blogspot.com
SEPUTAR SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSANTARA INDONESIA

HIMPUNAN SEJARAH

Popular Posts